Itu sebabnya banyak pahlawan yang kuat ketika digoda dengan godaan perempuan dan harta, tapi ketika dihadapkan pada kekuasaan yang berada di genggaman tangan maka akhirnya gugur juga. Meremehkan kekuasaan yang ada dalam genggaman tangan, meninggalkannya dengan sadar dan enteng mungkin lebih susah. Mungkin inilah yang disebut syahwatnya syahwat. Kekuasaan yang kamu peroleh setelah terjatuh, merangkak, terluka dan berdarah-darah. Setelah semua gerakmu dalam hening dan sepi. Sekarang, ketika kekuasaan itu ada di tanganmu, kamu harus melepaskannya, dengan sadar dan enteng. Sambil tersenyum pula.
Tak diperlukan peluh dan darahmu lagi disini, tak perlu hening dan sepi itu kau rasakan lagi, tak perlu lagi otak berpikir terlalu keras disini. Hanya sebuah perlawanan abadi, perlawanan melawan dirimu sendiri. Dan disinilah para pahlawan sering kali terjatuh, karena tak semua yang mereka lihat, dengar dan rasakan benar adanya. Apakah benar ini yang menjadi obsesimu? Hanya sebatas ini? TIDAK, kamu harus berhasil melampauinya. Ada akhirat yang abadi yang menjadi tujuan sebenarnya. Kamu harus terus berlari, melampaui semua fatamorgana ini, karena terminalmu masih jauh.
“Hanya ketika kamu menganggap kekuasaan sebagai beban, kamu akan mencari celah untuk melepaskannya. Hanya ketika beban pertanggungjawaban menyiksa batinmu, merebut privasimu, membuatmu takut setiap saat, kamu tidak akan pernah bisa menikmati kekuasaan. Kamu pasti lebih suka meniggalkannya. Hanya ketika itu kamu jadi pahlawan.” (Anis Matta)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar